Nikmatnya Secangkir Kopi Manggar di atas Kantin Terapung

SETIBA kami di Bandara Hananjoedin, Tanjung Pandan, teman sekaligus driver kami langsung mengajak membawa kami meluncur ke Pulau Belitung bagian Timur. Lantaran pertama kalinya gw menginjakkan kaki di Sumatera, ada sensasi lain yang gw rasakan. Jalanan sangat sepi tanpa sedikitpun kemacetan, tidak seperti kota-kota di Pulau Jawa.

Di kanan kiri, tampak ladang sawit serta bekas-bekas penambangan timah. Rumah-rumah penduduk pun kebanyakan jenis rumah khas kampung setempat. Pemandangan ini memberi warna lain selama perjalanan kami.

Sekitar satu jam lebih kami menempuh perjalanan yang pada akhirnya membawa kami ke spot pertama di Belitung yang kami kunjungi. Apalagi kalau bukan Replika Sekolah Muhammadiyah, tempat geng Laskar Pelangi yang akhirnya difilmkan. Memang, belum afdol rasanya jika pergi ke Belitung tetapi tidak mampir ke sekolah yang menjadi tempat syuting di film Laskar Pelangi ini.


Replika SD Muhammadiyah lokasi syuting film Laskar Pelangi

Hmm…meski letaknya jauh dari pusat kota, spot wisata ini cukup menarik. Kami pun mencoba duduk di bangku SD tempat novelis Andrea Hirata itu pernah mengenyam pendidikan. Setelah puas berkeliling teman kami mengajak kami menuju Manggar untuk mencicipi kopi khas Belitung.


Suasana di Kantin Apung
Manggar merupakan kota seribu warung kopi. Kami di bawa ke sebuah resto bernama Bandung River. Resto ini cukup sederhana namun unik. Di sini kita bisa menikmati kopi dan makanan lain di atas Kantin Apung. Aneh bukan? 


Ya, diberi nama Kantin Apung karena bangunan resto itu terbuat dari bambu dan mengapung di atas danau. Danau ini bukan danau asli, namun bekas penambangan timah yang dibiarkan tanpa reklamasi sehingga terisi air.


Udara sore yang cerah, angin sepoi-sepoi dan kopi hangat menjadi pelengkap sore hari di atas Kantin Apung.





Karena perut kami lapar, kami pun memesan berbagai sea food. Dan kami pun sangat kaget ketika membayar kemudian, karena meskipun kami telah memesan ikan bakar, udan saus pedas, kepiting saus padang, ca kangkung dan kelapa muda namun harga yang kami bayar tak semahal makan sea food di Jawa. 


Makan sea food di atas Kantin Apung


Perut kenyang, hati senang rasanya. Setelah duduk-duduk cukup lama hingga hampir terkantuk-kantuk dibuai angin danau, kami kembali memutar haluan kembali ke Tanjung Pandan. Namun di jalan kami sempat mampir ke Pantai Burong Mandi. Berbeda dengan pantai lain, di sini  tidak ada batu-batuan granit . Namun  kayu nelayan dengan kedua lengan sebagai pengaman keseimbangan yang bersandar di bibir pantai menjadi pemandangan sore yang berkesan di tengah heningnya alam Belitung.


Pantai Burong Mandi




Tak mau rugi, kami pun di ajak mengeksplorasi spot lain. Kali ini kami di ajak ke spot wisata religi di Klenteng Dewi Kwan Im. Vihara yang terletak di atas bukit, Desa Burong Mandi, Kecamatan Manggar ini terletak di atas bukit.

Namun karena waktu sudah hampir petang Vihara ini tampak sepi lalu kami pulang menuju Tanjung Pandan. Perjalanan menuju pusat kota tempat kami menginap hampir tiga jam. Meski lelah kami cukup puas karena bisa mencapai pulau Belitung dari ujung ke ujung. (*)






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Petualangan 18 Jam ke Pagoda Paling Sakral di Myanmar, The Golden Rock

Traveling ke Bagan Myanmar: Ancient But Magnificent (Part I)

Pesona Kota Yangon: Old But Gold....