Pesona Kota Yangon: Old But Gold....


PAGI itu, Selasa (14/3/2017) saya dan Gilang sudah terbangun sekira pukul 5.00 pagi waktu Myanmar. Kami lantas beranjak ke rooftop hostel kami menginap yaitu Backpacker Bed and Breakfast. Kalau tidak salah rooftop itu ada di lantai 7.  Enaknya nginep di hostel ini, di mini bar, tamu dapat free coffee, juice all day long.  Ketika backpackers lain masih pada tenggelam di kasur, pagi itu kami sudah nangkring di rooftop hostel untuk menikmati udara Yangon pagi hari. 

Jam 5.30 pagi kota ini masih gelap gulita. Bulan purnama pun masih sangat jelas terlihat di langit.. Ahh...Ternyata bangunan-bangunan tua Yangon, dan sungai yang terlihat dari rooftop made up our morning...


Rooftop view
Matahari mulai muncul, bangunan-bangunan tinggi nan tua tempat penduduk kota tinggal mulai terlihat.
Di Kota Yangon, jarang banget terlihat rumah tapak. Mayoritas bangunannya semacam rumah susun. 

Tiap lantai dan blok pasti punya tali untuk menurunkan kunci bagi tamu yang berkunjung dan menggoyangkan bel di blok masing-masing pertanda ada orang datang. 

Dan pagi hari banyak banget burung gagak terbang dan hinggap di jendela flat-flat penduduk. Suaranya riuh...

Coba di Indonesia, kalau ada gagak pasti horor atau pertanda kejadian buruk bakal menimpa...Tapi memang dari info yang gw dapat, di kawasan Indocina memang banyak burung gagak..This is the video...




Setelah kelar breakfast, mandi dan prepare semuanya, sekira jam 08.30 pagi city tour pun kami mulai. Kebetulan hostel kami lokasinya memang di jantung kota dan sangat dekat dengan spot-spot yang jadi ikon Kota Yangon.  Begitu keluar dari hostel, kami disuguhi pemandangan yang tak biasa...


Yangon livin in the morning
Di pinggir-pinggi jalan banyak sekali babang-babang, dan sesebapak yang mayoritas pakai sarung (Longyi) duduk di warung-warung kopi dan makanan..

Mereka terlihat menikmati teh, kopi sambil mengepulkan asap rokok dan sebagian lainnya mengunyah daun sirih...Ge awalnya sempat heran, kok ada banyak lapak-lapak kecil yang berjualan kepingan sirih siap kunyah dan rokok eceran...

Terus gw inget bersarung dan mengunyah sirih itu adalah budaya warga Burma. 

Sambil menyusuri trotoar gw merasakan atmosfer yang sangat beda dengan Tanah Air gw Indonesia. Jalan-jalan di Myanmar berasa terbawa ke lorong waktu, alias terlempar ke beberapa puluh tahun lalu..Melihat tata kota Yangon, semuanya masih jauh dari modern..

Cara berpakaian orang-orang lokalnya, arsitektur bangunannya, semua terlihat masih jadul...


Found this on the street

Kami hanya butuh jalan kaki sekira 15 menit sudah bisa mencapai Sule Pagoda. Sepanjang jalan kami melihat bus-bus tua, itu loh ala-ala film-film India era gw masih Sekolah Dasar dulu. Bus tua nan klasik berseliweran di jalanan Yangon. Ahhhh....Yangon city view, soooo old but gold...



Yangon bus

Gw dan Gilang memilih skip alias nggak masuk ke dalam Sule Pagoda, karena katanya kurang worth it dalemnya. Enggak secantik Shwedagon Pagoda. Cukup foto-foto dari jalan saja rasanya lebih kece..


Sule Pagoda
Sule Pagoda yang merupakan meeting point antara Sule Pagoda road and the Mahabandoola road memang jadi titik strategis memulai tur Kota Yangon. Kami pun berjalan menikmati pesona Yangon. Yang membuat atmosfer masa lalu semakin kental di Yangon adalah gedung-gedung tua yang ada di segala penjuru kota. 

Gedung-gedung itu masih "hidup" dan banyak yang berfungsi ada yang menjadi kantor pemerintah, tempat usaha, sekolah, bank, hingga tempat ibadah, kantor pos dan lainnya.


Yangon city view

Berbagai bangunan bergaya kolonial yang indah dihasilkan sepanjang penguasaan Inggris atas Burma di tahun 1824 hingga 1948. Dan itulah yang membuat Yangon mencuri hati gw...Tsaaahhh....

Oh ya, dari Sule Pagoda kalau kita mau ke Yangon City Hall (gedung balaikota Yangon), Maha Bandoola Park, High Court (pengadilan tinggi) sangat atau stasiun kereta api sangat dekat. Jika waktu kalian ke Myanmar longgar mungkin bisa nyoba kereta api keliling kota.

Kami cuma berjalan berkeliling sudut kota menikmati arsitektur kota tua yang ada di sekitar kawasan tersebut. Ah...Yangon, si tua yang mempesona....


Yangon City


Setelah puas menyusuri jantung Kota Yangon, kami pun menuju Bogyoke Aung San Market alias Scott Market. Pasar ini mirip Beringjarjo di Yogyakarta. Jika kalian ingin beli oleh-oleh dari Myanmar, lokasi ini jadi salah satu alternatif mencari buah tangan. 

Saya dan Gilang berniat mencari kaos Myanmar. Tapi kami sempat bingung karena dimana-mana lapak berisi kerajinan bebatuan alias gems yang memang jadi kerajinan unggulan Myanmar.


Yangon living

Di saat kami bingung, tetiba ada seorang laki-laki tengah baya menyapa kami. Dan rupanya dia (saya lupa namanya karena nama orang Myanmar susyeh-susyeh..) berbaik hati mengantar kami ke sebuah kios lokasinya agak masuk blok yang berjualan kaos-kaos dengan desain khas Myanmar..Hmmm ternyata enggak banyak penjual kaos di pasar tradisional itu. Dan harganyapun cukup mahal. Satu kaos dijual Rp80.000 itu saja sudah dibantu tawar-menawar dengan babang Burmese tadi..

Harga pernak-pernik di sana juga bikin kami syok...Sebagai contoh magnet kulkas, satu biji harganya Rp50 ribu. Mungkin karena kami turis jadi mereka kasih harga mahal..Setelah belanja-belanji akhirnya sebelum waktu check out kami pun kembali ke hostel. Over all bagi saya pribadi, Kota Yangon punya pesona sendiri...And thanks to universe, i've been in Yangon already...

I wish i could come back again one day....;)

 




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Petualangan 18 Jam ke Pagoda Paling Sakral di Myanmar, The Golden Rock

Traveling ke Bagan Myanmar: Ancient But Magnificent (Part I)